Minggu, 15 April 2012

Selangit asa

Terbiasa mengalirkan arus sungai, menuruni berkelok batuan kali kadang terhenti melawan arah angin. Berpetualang tanpa pamit hanya untuk hanyutkan duri yang menyangkut dan perih. Enyahlah segala serpihan rasa iri ketika memandang bayang benda berdiam di pusat inti, ah sesiang ini kah diri baru mengerti.

Bergetar bumi,  siap menumpahkan segala gemuruh luapan awan berkawan asap, menutupi segala pandangan yang sibuk mencari tempat berteduh di bawah guyuran pasir yang menjelma hujan, memenuhi nafas, tersengal hingga tersungkur memegang tanah, panas. Tertatih kaki melangkah menghindari perih, menyudutkan diri dalam  luasnya poros kiri, menyadari jemari merengkuh tumpukan jerami berharap tegap berdiri tapi nyata tipuan dini, sesering inikah telat menyadari.

Tengok ke atas dunia, menatap hamparan biru bak laksana tenggelam dalam samudera surga, lengkingan tiupan angin mendera gendang telinga, harmoni desiran air mendinginkan dahaga. Gemetar raga merindu hangatnya surya, bukan untuk membakar arang, hanya pelukan hangat udara senja ketika sekelebat garis merah mewarnai atap alam raya.

Selangit asa ku titipkan pada Dzat yang menggenggam sukma, menerbangkannya dalam gelembung-gelembung rasa ketika meninggi mencapai puncaknya. Sedang di daratan tersimpan rapi sekotak kelopak menaburkan warna merah di sungai awal pijakan, wangi semerbak menggelitik saraf dan bertanya hendak dihanyutkan kemana, sayang jika sarang terikat dedaunan dibiarkan teronggok di pinggir bebatuan. hadanglah dan taruhlah kembali, menanti semilir aroma hutan hujan membuka kotak tempat kelopak dibenamkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pagar Diri

Ternyata salah satu yang membebani pundak psikis saya itu adalah saya nggak ndang membenahi blog saya yang saya tinggalkan beberapa tahun ke...